Pasar Modal Berpeluang Danai Proyek Infrastruktur


Liputan6.com, Jakarta - Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, pemanfaatan pasar modal dalam pengembangan infrastruktur dalam negeri masih sangat besar.

Kata dia, sebanyak 17 persen dari total penggalangan dana melalui saham dan surat utang di 2019 berasal dari sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi.

"Kita akan support dari bursa sehingga infrastruktur kedepan bisa dibiayai dari pasar modal," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Nyoman menjelaskan, dari 653 perusahaan yang tercatat di bursa saat ini, sebanyak 74 perusahaan tercatat yang masuk dalam kategori sektor infrastruktur utility dan transportation.

"Perkembangan pembiayaan infrastruktur di bursa tentunya bisa kita lihat dari aktivitas perusahaan tercatat yang masuk ke dalam sektor infrastruktur utility dan transportation," sebut dia. Bursa, lanjut Nyoman sudah melakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi pasar modal sebagai instrumen pendanaan untuk proyek-proyek infrastruktur.

"Kita sudah melakukan penerbitan peraturan di pencatatan unit penyertaan dana, investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif di bursa pada tanggal 10 april 2019," ujarnya.

Bangun 11 Infrastruktur, Pemerintah Incar Pendanaan Swasta Rp 19 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah target meraup dana senilai Rp 19,7 triliun dari pihak swasta dan BUMN untuk mendanai 11 proyek infrastruktur.
Dana ini digalang melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) pada 2020.

"Keterlibatan swasta atau BUMN dalam pembangunan infrastruktur didorong melalui KPBU dengan potensi nilai proyek sekitar Rp 19,7 triliun di 2020," ujar dia saat konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2020 di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Dia menuturkan, keterlibatan pihak luar seperti perusahaan swasta atau BUMN saat ini memang dibutuhkan untuk kelanjutan pembangunan infrastruktur. Ini lantaran ketersediaan dana yang ada di dalam APBN begitu terbatas.

Secara pembiayaan, ia memaparkan, anggaran senilai Rp 19,7 triliun akan dipakai untuk mendanai 11 proyek infrastruktur yang dibawahi oleh 3 kementerian, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

11 Proyek

Adapun 11 proyek tersebut meliputi pengerjaan jalan seperti jalan non-tol di Sumatera Selatan sebesar Rp 900 miliar dan jalan non-tol di Riau sebesar Rp 1,1 triliun. Selain itu juga ada unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor di Sumatera dan Jawa sebesar Rp 300 miliar.

Kemudian, proving ground Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor Bekasi sebesar Rp ‎1,6 triliun, Kereta Api Makassar-Parepare senilai Rp 1 triliun, serta pengoperasian Pelabuhan Anggrek Gorontalo sebanyak Rp 300 miliar.

Selanjutnya, proyek pengoperasian Pelabuhan Bau-Bau sebesar Rp 200 miliar, serta pembiayaan Palapa Ring Barat sebesar Rp 1,2 triliun, Palapa Ring Tengah sebesar Rp 1 triliun, Palapa Ring Timur sebesar Rp 5,4 triliun, dan Satelit Multifungsi sebesar Rp 6,6 triliun.

Sri Mulyani menyebutkan, biaya dari masing-masing proyek tersebut msfupakan nilai Capital Expenditure (Capex) atau belanja modal. "Nilai tersebut merupakan nilai Capex atau estimasi nilai proyek," tukasnya.
Sumber:Liputan6.com
Share:

Infrastruktur Harus Dihubungkan dengan Kawasan Industri Rakyat


Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas pembangunan nasional merupakan sebuah pilihan yang logis dan strategis untuk mengejar ketertinggalan serta meningkatkan daya saing bangsa.

Menurutnya, daya tahan Indonesia sangat tergantung pada ketangguhan infrastruktur yang kita miliki, baik di kota, di desa, di kawasan pedalaman, di kawasan perbatasan, serta pulau-pulau terluar dan terdepan. Daya tahan ini terbukti dengan bertahannya Indonesia dalam stagnasi ekonomi dunia dalam 5 tahun terakhir.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia mengalami peningkatan, dari posisi 61 pada 2013 menjadi 52 pada 2018. Kemudian pada 2019 ini ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,08 persen. Sementara negara maju dan berpenduduk besar lain tumbuh di bawah angka Indonesia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut Basuki menyadari sepenuhnya bahwa infrastruktur yang handal merupakan salah satu kunci penting dalam meningkatkan daya saing Indonesia.

"Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa infrastruktur akan terus dilanjutkan, namun tidak berhenti di sana, melainkan harus dikaitkan dengan kemanfaatan ekonomi dari infrastruktur tersebut. Di samping itu juga dipastikan bahwa infrastruktur harus dihubungkan dengan kawasan industri rakyat, industri kecil, kawasan ekonomi khusus, kawasan pariwisata dan kawasan pertumbuhan lain," tuturnya dalam sebuah keterangan tertulis, Rabu (2/10/2019).

Kondisi ini, lanjutnya, juga berkaitan dengan fakta bahwa Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia pada 2018 berada pada angka 6,3. Artinya, setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi 1 persen membutuhkan peningkatan investasi infrastruktur sebesar 6,3 persen. Negara lainnya dengan populasi besar seperti Vietnam (4,31) memiliki ICOR dibawah 5.

ICOR merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara peningkatan belanja modal (termasuk infrastruktur) dan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi. ICOR bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin tinggi nilai ICOR, semakin tidak efisien suatu negara untuk investasi.

"Ekonomi kita belum efisien, dan belanja infrastruktur belum memicu sektor ekonomi lain bergerak. Singkatnya, kurang nendang. Infrastruktur kita perlukan sebagai pengungkit dan memberikan dampak terhadap transformasi dan pertumbuhan ekonomi nasional," tutup Basuki.

Proyek Infrastruktur RI Jadi yang Terbesar di 20 Tahun Terakhir

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan infrastruktur yang dibangun selama pemerintahan Jokowi-JK lebih banyak dibanding 20 tahun sebelumnya. Terutama infrastruktur di sektor transportasi.

"Kita sudah bangun infrastruktur secara besar-besaran secara cepat sehingga apa yang kita bangun 4 - 5 tahun terakhir ini hampir sama bahkan lebih besar dari transportasi yang dibangun 20 tahun sebelumnya," kata dia dalam acara Hari Perhubungan Nasional yang digelar Kemenhub, di JCC Senayan, Jakarta, pada Sabtu 14 September 2019.

Dia menyebutkan infrastruktur baik jalan, pelabuhan, bandara, bendungan dan sebagainya merupakan bagian dari suatu tema besar. Semua itu erat kaitannya dengan perhubungan atau transportasi di Tanah Air.

Dia mengungkapkan, saat ini Indonesia memiliki 223 Proyek Strategis Nasional (PSN). 80 diantaranya sudah rampung pada bulan Agustus kemarin.

Dia optimis di akhir tahun nanti jumlah pembangunan infrastruktur yang rampung akan bertambah lebih banyak lagi.

"Mungkin tidak 100 persen dari 223 itu akan selesai sampai dengan akhir tahun, tapi sebagian besar ya akan selesai," tutupnya.
Sumber:Liputan6.com
Share:

BI Perkuat Infrastruktur Pasar Keuangan


Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkuat infrastruktur pasar keuangan melalui pembentukan Central Counterparty (CCP) transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar dalam proses transaksi di pasar keuangan.

Hal ini guna menciptakan pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif, dan aman untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan BI dan mendorong pembiayaan ekonomi.

"CCP berfungsi mengurangi resiko sistemik dengan melakukan fungsinya sebagai penyelenggara kliring, penjamin transaksi dan penyelenggara proses manajemen resiko transaksi sehingga keberadaan CCP sangat penting di pasar keuangan," kata Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Agusman di Gedung Bank Indonesia, Rabu (2/9/2019).

CCP adalah lembaga yang melakukan novasi dengan cara menempatkan dirinya antara pihak-pihak yang bertransaksi, dan mengambil alih hak dan kewajiban dari pihak-pihak dimaksud, sehingga bertindak sebagai pembeli bagi penjual dan sebagai penjual bagi pembeli, dan selanjutnya melakukan kliring atas transaksi yang diambil alih.

CCP diperlukan untuk mendukung pengembangan pasar keuangan dengan menurunkan credit risk karena mengambil alih risiko yang dihadapi penjual maupun pembeli dan meningkatkan efisiensi transaksi derivatif.

Pembentukan CCP diatur melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/11/PBI/2019 tentang Penyelenggaraan Central Counterparty Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over the Counter yang efektif berlaku pada 1 Juni 2020.

PBI mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga yang ingin menjadi CCP terutama pemenuhan standar internasional suatu lembaga CCP (Principles for Financial Market Infrastructures) dan kewajiban yang harus dipenuhi seperti permodalan, governance dan manajemen risiko.

Mendukung Pendalaman Pasar Keuangan

CCP berperan utk mendukung pendalaman pasar keuangan, khususnya dalam pengembangan transaksi derivatif, dengan mengurangi segmentasi pasar, mengurangi interconnectedness, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan efisiensi transaksi derivatif melalui mekanisme netting2 .

Pembentukan CCP menjadi wujud komitmen Indonesia dalam menindaklanjuti salah satu dari lima agenda G20 dan merupakan bagian dari pilar pengembangan Market Infrastructure pada Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK) 2018-2024.

Pembentukan CCP juga merupakan bagian dari blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (SPI 2025) dalam memenuhi Financial Market Infrastructures di Indonesia.
Sumber:Liputan6.com
Share:

Perkuat Infrastruktur Keuangan, BI Bentuk Pusat Sentralisasi Kliring


 Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) akan membentuk pusat sentral kliring atau Central Counterparty (CCP) transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar dalam proses transaksi di pasar keuangan. CCP ini nantinya dapat memperkuat infrastruktur pasar keuangan di Tanah Air.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Agusman menyebutkan pembentukan CCP ini juga dilatarbelakangi oleh pengalaman saat terjadinya krisis pada 2008 lalu.

"Latar belakang sisi CCP ada hub erat krisis global 2008, karena transaksi derivatif merugikan semua pihak," kata dia, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (2/10).

Pasca krisis keuangan global 2008, para pemimpin G20 menyepakati dan merekomendasikan perlunya CCP untuk transaksi OTC Derivvatif guna menjaga stabilitas sistem keuangan serta memitigasi counterparty risk bagi pelaku pasar.

Dia menejelaskan melalui pembentukan CCP ini nantinya akan dapat menciptakan pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif, dan aman untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan BI dan mendorong pembiayaan ekonomi.

CCP adalah lembaga yang melakukan novasi dengan cara menempatkan dirinya antara pihak-pihak yang bertransaksi, dan mengambil alih hak dan kewajiban dari pihak-pihak dimaksud, sehingga bertindak sebagai pembeli bagi penjual dan sebagai penjual bagi pembeli, dan selanjutnya melakukan kliring atas transaksi yang diambil alih.

Novasi adalah proses pengakhiran kontrak awal antara pembeli dan penjual kemudian menggantikannya dengan dua kontrak baru yaitu antara CCP SBNT dan pembeli serta CCP SBNT dan penjual

"CCP diperlukan untuk mendukung pengembangan pasar keuangan dengan menurunkan credit risk karena mengambil alih risiko yang dihadapi penjual maupun pembeli dan meningkatkan efisiensi transaksi derivatif," ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com

Payung Hukum

Pembentukan CCP diatur melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/11/PBI/2019 tentang Penyelenggaraan Central Counterparty Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over the Counter yang efektif berlaku pada 1 Juni 2020.

PBI mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga yang ingin menjadi CCP terutama pemenuhan standar internasional suatu lembaga CCP (Principles for Financial Market Infrastructures) dan kewajiban yang harus dipenuhi seperti permodalan, governance dan manajemen risiko.

"CCP berperan untuk mendukung pendalaman pasar keuangan, khususnya dalam pengembangan transaksi derivatif, dengan mengurangi segmentasi pasar, mengurangi interconnectedness, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan efisiensi transaksi derivatif melalui mekanisme netting," ujarnya.

Netting adalah pemenuhan hak dan kewajiban pelaku transaksi dengan menyerahkan atau menerima sejumlah efek tertentu yang ditransaksikan dan untuk menerima atau membayar sejumlah uang untuk seluruh efek yang ditransaksikan.

Pembentukan CCP menjadi wujud komitmen Indonesia dalam menindaklanjuti salah satu dari lima agenda G20 dan merupakan bagian dari pilar pengembangan Market Infrastructure pada Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK) 2018-2024. 

Pembentukan CCP juga merupakan bagian dari blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (SPI 2025) dalam memenuhi Financial Market Infrastructures di Indonesia.

"Karena Indonesia bagian negara G20 kita komitmen internaisonal dan buat pengaturan yang kuat tentang CCP," tutupnya.
Sumber:Liputan6.com
Share:

Kalahkan Negara Tetangga, Jokowi Tetap Harus Bangun Infrastruktur


Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap harus melaksanakan pembangunan infrastruktur di periode kedua pemerintah. Mengingat pentingnya infrastruktur bagi Indonesia.

Mantan Menteri Perdagangan ini mengakui bahwa Presiden Jokowi telah menyatakan bahwa pembangunan SDM akan menjadi fokus periode kedua. Namun, Thomas Lembong berpandangan pembangunan infrastruktur tetap diperlukan.

"Tentunya kita tidak bisa melamban, meskipun Presiden sudah mengumumkan fokus periode kedua human capital jadi dari keterampilan, vokasi sampai literasi," kata dia, di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (7/10/2019).

"Meskipun demikian, infrastruktur harus, bukan hanya jalan terus tapi bahkan kalau bisa diakselerasi lebih cepat," lanjut dia.

Dia menegaskan percepatan pembangunan infrastruktur diperlukan sebagai modal untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Menurut dia, selama 5 tahun terakhir pemerintah gencar membangun infrastruktur.

"Meskipun kita sudah banyak kemajuan-kemajuan dengan tersambungnya jalan tol Transjawa, banyak perluasan dan modernisasi terminal di berbagai bandara, perpanjangan runway," ungkapnya.

Namun jika menilik posisi daya saing infrastruktur, Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara tetangga. "Kalau dilihat dari posisi saing kita dibandingkan negara tetangga kita masih belum sepenuhnya mengejar ketertinggalan. Jadi bandingkan misalnya Malaysia, Thailand, Vietnam," imbuhnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com

Menko Darmin: Pembangunan Infrastruktur Indonesia Belum Cukup
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) mengungkapkan peringkat Indonesia dalam pembangunan infrastruktur dunia mengalami kenaikan pada 2018. Indonesia saat ini tercatat berada pada peringkat ke 52 pada 2018 atau naik 30 peringkat dari posisi sebelumnya pada 2010.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyebutkan meski peringkat sudah naik namun pencapaian tersebut masih belum memuaskan. Bahkan, Indonesia sudah tertinggal dibandingkan negara lainnya.

"Setelah terjadi kenaikan tingkat infrastruktur, tentu capaian tersebut sangat memengaruhi kinerja logistik. Tampak indeks logistik perform kita membaik cukup signifikan antara 2010-2018. Meski begitu tentu saja kita masih perlu membangun infrastruktur baru karena belum cukup," kata Menko Darmin, di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, pada Rabu 2 Oktober 2019. 

Menko Darmin memaparkan data World Bank, pada 2012 stok aset infrastruktur Indonesia hanya sebesar 38 persen dari PDB, jauh di bawah rata-rata global sebesar 70 persen PDB. Saat ini pemerintah berupaya untuk membuat transformasi ekonomi melalui percepatan pembangunan infrastruktur.

"Kami mempercepat pembangunan Proyek Strategis Nasional meliputi (PSN) dan Proyek Prioritas," ujarnya,

Menko Darmin menegaskan pembangunan infrastruktur logsitik harus terus dibangun. Misalnya jalan, bandara, dan pelabuhan.
Sumber:Liputan6.com
Share:

Jokowi Ajak Belanda Tingkatkan Investasi Infrastruktur Maritim dan Pengelolaan Air


Liputan6.com, Bogor - Pertemuan antara Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi. Jokowi mengajak Rutte meningkatkan investasi di bidang infrastruktur maritim dan pengelolaan air.

Hal ini disampaikan Jokowi usai menerima kunjungan resmi PM Belanda Mark Rutte di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Senin (7/10/2019). Jokowi mengatakan, Belanda merupakan mitra penting bagi Indonesia di bidang perdagangan, investasi, maupun pariwisata.

"Di bidang investasi saya mengajak Belanda untuk meningkatkan kemitraan di bidang infrastruktur maritim, dan pengelolaan air," ujar Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menuturkan, di tengah situasi perekonomian dunia yang melemah, diperlukan upaya meningkatkan kerja sama ekonomi. Sehingga, Indonesia dan Belanda sepakat meningkatkan perdagangan yang terbuka dan adil.

"Dalam konteks ini saya sampaikan kembali konsen Indonesia untuk kebijakan uni Eropa terhadap kelapa sawit," kata Jokowi.

Pengembangan Kapasitas Petani Sawit

Jokowi menyambut baik kerja sama RI-Belanda terkait pengembangan kapasitas petani sawit skala kecil yang ditandatangani di New York Amerika Serikat, 26 September lalu.

Dalam lawatan itu, Jokowi juga menyampaikan bahwa lima tahun ke depan program prioritasnya adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM).

"Dalam pertemuan kita juga membahas upaya dengan meningkatkan kerja sama di bidang vokasi termasuk di bidang kemaritiman dan keperawatan," jelas dia.

Kunjungan PM Rutte ke Indonesia ini merupakan bagian dari rangkaian lawatan ke Asia Tenggara dan Pasifik. Selanjutnya Rutte akan terbang ke Selandia Baru dan Australia.

Rutte terakhir berkunjung ke Indonesia pada November 2016. Kala itu, dia datang membawa 200 pengusaha negeri kincir angin. Rutte juga turut memberikan keris ke Jokowi sebagai simbol pengembalian 1.500 artefak ke Indonesia.
Sumber:Liputan6.com
Share:

Recent Posts